Pages

Rabu, 19 Juni 2019

Desain Kurikulum


Yang dimaksud desain adalah rancangan, pola, atau model. Mendesain kurikulum berartimenyusun rancangan atau menyusun model kurikulum sesuai dengan visi dan misi sekolah.Tugas dan peran seorang desainer kurikulum, sama seperti seorang arsitek. Sebelum menentukan bahan dan cara mengkontruksi bangunan terlebih dahulu seorang arsitek harus merancang model bangunan yang akan dibangun.

Beberapa ahli merumuskan macam-macam desain kurikulum yaitu:

1.Eisner dan Vallance (1974) membagi desain menjadi lima jenis, yaitu model pengembangan proses kognitif, kurikulum sebagai teknologi, kurikulum aktualisasi diri,kurikulum rekontruksi sosial, dan kurikulum rasionalisasi akademik.
2.McNeil (1977) membagi desain kurikulum menjadi empat model, yaitu model kurikulumhumanitis, kurikulum rekonstruksi sosial, kurikulum teknologi, dan kurikulum subjek akademik.
3.Saylor, Alexander dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum menjadi kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang bersifat spesifik atau kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi sosial, dan kurikulum yang berdasarkan minat individu.
4.Brenan (1985) mengembangkan tiga jenis model desain kurikulum, yaitu kurikulum yang berorientasi pada tujuan (the objective model), model proses dan model kurikulum yang didasarkan kepada analisis situasional.
5.Longstreet dan Shane (1993) membagi desain kurikulum ke dalam empat desain, yaitudesain kurikulum yang berorientasi pada masyarakat, desain kurikulum yang berorientasi pada anak, dan desain kurikulum yang bersifat elektrik.

Manakala kita kaji desain kurikulum yang dikemukakan para ahli kurikulum itu memiliki kesamaan-kesamaan. Selanjutnya kita akan mengkaji beberapa model desain kurikulum berikut ini.

A. Desain Kurikulum Disiplin Ilmu
Menurut Longstreet (1993) desain kurikulum ini merupakan desain kurikulum yang berpusatkepada pengetahuan (the knowledge centered design) yang dirancang berdasarkan struktur disiplin ilmu, oleh karena itu model desain ini dinamakan juga model kurikulum kurikulumsubjek akademis yang penekanannya diarahkan untuk pengembangan intelektual siswa. Paraahli memandang desain kurikulum ini berfungsiuntuk mengembangkan proses kognitif atau pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui latihan menggunakan dan melakukan proses penelitian ilmiah (McNeil, 1990).

Model kurikulum yang berorientasi pada pengembangan intelektual siswa dikembangkan oleh para ahli mata pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu masing masing. Mereka menyusun materi pembelajaran apa yang harus dikuasai siswa baik menyangkut fakta, konsep maupun teori yang ada dalam setiap disiplin ilmu mereka masing-masing. Selain menentukan materi kurikulum, juga para pengembang kurikulum menyusun bagaimana melakukuan pengkajian materi pembelajaran melalui proses penelitian ilmiah sesuai dengan corak masalah yang terkandung dalam disiplin ilmu. Jadi, dengan demikian dalam desain model ini bukan hanya diharapkan siswa semata-mata dapat menguasai materi pelajaran sesuai dengan disiplin ilmu, akan tetapi juga menguasai proses berpikir melalui proses penelitian ilmiah yang sistematis.

Dalam implementasinya, straegi yang banyak digunakan adalah strategi ekspositori. Melalui strategi ini, gagasan atau informasi disampaikan oleh guru secara langsung kepada siswa. Selanjutnya siswa dituntut untuk memahami, mencari landasan logika, dan dukungan faktor yang dianggap relevan. Siswa dituntut untuk membaca buku-buku atau karya-karya besar dalam bidangnya untuk dimengerti, dipahami, dan dikuasai. Selanjutnya, penguasaan materi disiplin imu ituijadikan kriteria dalam keberhasilan implementasi kurikulum.

Evaluasi yang digunakan bervariasi sesuai dengan tujuan mata pelajaran. Dalam pelajaran humaniora evaluasi dilakukan dalam bentuk essay. Mata pelajaran kesenian diukur atau dinilai berdasarkan unsur subyektifitas. Matematika dinilai berdasarkan penguasaan aksiomanya, buka sekadar kebenaran dalam menghitung. Penilaian ilmu alam diberikan daam bentuk pengujian proses berpikir, bukan sekadar benar dalam jawaban.

Salah satu kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu atau disebut juga kurikulum subjek akademis adalah Man: a Course of Study (MACOS), yang dirancang untuk memperbaiki proses perbaikan pengajaran ilmu – ilmu sosial dan humanistis. Kurikulum ini diperuntukkan untuk siswa – siswa sekolah dasar. Dalam paket kurikulum itu terdiri dari buku, film, poster, permainan dan perlengkapan kelas lainnya. Pengembangan kurikulum mengharapkan siswa dapat menggali faktor – faktor penting yang menjadikan manusia sebagai manusia. Melalui perbandingan dengan binatang, anak menyadari akan kemanusiannya. Dengan membandingkan suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya anak akan memahami adanya aspek universal dari kebudayaan manusia.

Tujuan utama kurikulum MACOS adalah perkembangan intelektual yaitu membangkitkan penghargaan dan keyakinan akan kemampuan sendiri dengan memberikan serangkaian cara kerja yang memungkinkan anak mampu menganalisis kehidupan sosial walaupun dengan cara yang sederhana. Melalui kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti observasi, percobaan, penyusunan, dan pengujian hipotesis, pemahaman disiplin ilmu sosial, melakukan inkuiri, diharapkan anak dapat mengambil banyak manfaat.

Terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, yaitu: subject centered curriculum, correlated curriculum, dan integrated curriculum.

1.    Subject Centered Curriculum
Pada subject centered curriculum, bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, misalnya: mata pelajaran sejarah, ilmu bumi, kimia, fisika, berhitung dan lain sebagainya. Mata pelajaran-mata pelajaran itu tidak berhubungan satu sama lain. Pada pengembangan kurikulum di dalam kelas atau pada kebiasaan belajar mengajar, setiap guru hanya bertanggung jawab pada mata pelajaran itu diberikan oleh guruyang sama, maka hal itu juga dilaksanakan secara terpisah-pisah. Oleh karena iorganisasi bahan atau isi kurikulum berpusat pada mata pelajaran secara terpisah-pisah, maka kurikulum ini juga dinamakan separated subject curriculum.

2.    Correlated Curriculum
Pada organisasi kurikulum ini, mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan tetapimata pelajaran-mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau mata pelajaran sejenisdikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi (broadfield), seperti misalnya mata pelajaran geografi, sejarah, ekonomi dikelompokkan dalam bidang studi IPS. Demikian jugadengan mata pelajaran, biologi, kimia, fisika, dikelompokkan menjadi bidang studi IPA.

Mengkorelasi bahan atau isi materi kurikulum dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan,yaitu:
a)   Pendekatan struktural,
dalam pendekatan ini kajian suatu pokok bahasan ditinjau dan beberapa mata pelajaran sejenis. Seperti misalnya, kajian suatu topic tentang geografi tidak semata-mata ditinjau dari sudut geografi saja, akan tetapi juga ditinjau dari sejarah, ekonomi, atau mungkin budaya.
b)   Pendekatan fungsional,
pendekatan ini didasarkan kepada pengkajian masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, suatu topik tidak diambil dari mata pelajaran tertentu akan tetapi diambil dari apa yang dirasakan perlu untuk anak, selanjutnya topic itu dikaji oleh berbagai mata pelajaran yang memiliki keterkaitan. Contohnya masalah “kemiskinan” ditinjau dari sudut ekonomi, geografi dan sejarah.
c)    Pendekatan daerah,
pada pendekatan ini materi pelajaran ditentukan berdasarkan lokasiatau tempat. Seperti mengkaji daerah ibukota ditinjau dari keadaan iklim, sejarah, sosial budayanya, ekonominya, dan lain sebagainya.

3.    Integrated Curriculum
Pada organisasi kurikulum yang menggunakan model integrated, tidak lagi menampakkannama-nama pelajaran atau bidang studi. Belajar berangkat dari suatu pokok masalah yangharus dipecahkan. Masalah tersebut kemudian dinamakan unit. Belajar berdasarkan unit bukan hanya menghafal sejumlah fakta, akan tetapi juga mencari dan menganalisis faktasebagai bahan untuk memecahkan masalah. Belajar melalui pemecahan masalah itudiharapkan perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada segi intelektual saja akan tetapiseluruh aspek seperti sikap, emosi, atau keterampilan.

B. Desain Kurikulum Berorientasi pada Masyarakat
Asumsi yang mendasari bentuk rancangan kurikulum ini adalah, bahwa tujuan darisekolah adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhanmasyarakat harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum.

Contoh desain kurikulum ini seperti yang dikembangkan  oleh Smith, Staley dan Shores dalam buku mereka yang berjudul Fundamentals of Curriculum (1950); atau dalam Curriculum Theory yang disusun oleh Beaucham (1981). Sebagaimana yang dilangsir oleh Rusman, mereka merumuskan kurikulum sebagai sebuah desain kelompok social untuk dijadikan penglaman belajar anak di sekolah. Artinya, permasalahan yang dihadapi dan dibutuhkan oleh kelompok social, harus menjadi bahan kajian peserta didik di sekolah.

Ada tiga perspektif desain kurikulum yang berorientasi pada kehidupan masyarakat, yaitu perspective status quo (the status quo perspective), perspective reformis (the reformis perspective), dan perspektif masa depan (the futuristik perspective).

1.    Perspektif Status Quo (the status quo perspective)
Rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melesatarikan nilai-nilai budaya masyarakat.Dalam perspektif ini kurikulum merupakan perencanaan untuk memberikan pengetahuandan keterampilan kepada anak didik sebagai persiapan menjadi orang dewasa yangdibutuhkan dalam kehidupan masyarakat. Yang dijadikan dasar oleh perancangkurikulum aspek-aspek penting kehidupan masyarakat.

Salah seorang tokoh yang berpengaruh dalam menentukan relevansi dengan kebutuhan sosial masyarakat adalah Franklin Bobbit. Ia mengkaji secara ilmiah berbagai kebutuhan kurikulum. Ia berpendapat bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal harus mendidik anak agar menjadi manusia dewasa dalam masyarakatnya. Oleh sebab itu perlu dikaji berbagai aktivitas yang dilakukan oleh orang dewasa. Dan itulah yang semestinya menjadi isi kurikulum yang harus diajarkan kepada anak didik. Berdasarkan kajian ilmiah yang dilakukannya Bobbit menemukan kegiatan-kegiatan utama dalam kehidupan masyarakat yang disarankan untuk menjadi isi kurikulum sebagai berikut:
a)   Kegian berbahasa atau komunikasi sosial.
b)   Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan.
c) Kegiatan dalam kehidupan sosial seperti bergaul dan berkelompok dengan orang lain.
d)   Kegiatan menggunakan waktu senggang dan menikmati rekreasi.
e)   Usaha menjaga kesegaran jasmani dan rohani.
f)     Kegiatan yang berhubungan dengan religious.
g) Kegiatan yang berhubungan dengan peran orang tua seperti membesarkan anak, memelihara kehidupan keluarga yang harmonis.
h)   Kegiatan praktis yang bersifat vokasional atau keerampilan tertentu.
i)     Melakukan pekerjaan sesuai dengan bakat seseorang.

Pada kehidupan masyarakat, menurut Bobbit tidak akan terlepat dari aspek-aspek diatas, oleh karena itu isi kurikulum mestinya menyangkut hal-hal itu. Tiap kegiatan menurut Bobbit dapat dirinci lagi dalam kegiatan-kegiatan yang lebih khusus untuk lebih mangarahkan tujuan dan kegiatan siswa di sekolah.

Disamping kegiatan-kegiatan yang harus dikuasai seperti apa yang dilakukan oleh orang dewasa dalam prespektif ini juga menyangkut desai kurikulum untuk memberi keterampilan sebagai persiapan untuk bekerja (profesi). Oleh sebab itu sebelum merancang isi kurikulum para perancang perlu terlebih dahulu menganalisis kemampuan apa yang harus dimiliki anak didik sehubungan dengan tugas atau profesi tertentu. Dari hasil analisis itu kemudian dirancang isi kurikulum yang diharapkan lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan lapangan pekerjaan.

2.    Perspektif Pembaharuan (the reformist perspective)
Dalam prespektif ini kurikulum dikembangkan untuk lebih meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformis (pembaharuan) menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan. Pendidikan dalam prespektif ini harus berperan untuk mengubah tatanan sosial masyarakat. Menurut  pandangan reformis, dalam proses penggunaan pendidikan sering digunakan untuk menindas masyarakat miskin untuk kepentingan elit yang berkuasa untuk mempertahankan strukltur sosial yang sudah ada. Dengan demikian, masyarakat lemah akan tetap berada dalam ketidakberdayaan. Oleh sebab itu, menurut aliran ini, pendidikan harus mampu mengubah keadaan masyarakat itu. Baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.

Tokoh yang termasuk dalam prespektif reformis diantaranya adalah Paulo Freire dan Ivan Illich. Mereka berpendapat bahwa kurikulum yang sekedar mencari pemecahan sosial tidak akan memadai. Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mestinya harus mampu merombak tata sosial dan lembaga-lembaga sosial yang sudah ada dan membangun struktur sosial baru. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan negara bersifat opresif dan tidak humanistis serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo.

3.    Perspektif Masa Depan (the futurist perspective)
Prespektif masa depan sering dikaitkan dengan kurikulum rekontruksi sosial, yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara kurikulum dan kehidupan sosial, politik dan ekonomi masyarakat. Model kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan sosial daripada kepentingan individu. Setiap individu harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang ada di masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat cepat. Dengan pemahaman tersebut akan memungkinkan setiap individu dapat mengembangkan masyarakatnya sendiri.

Yang memelopori desain kurikulum rekonstruksi sosial diantaranya adalah Harold Rug sekitar tahun 1920-1930-an. Rug melihat adanya kesenjangan antara kurikulum yang diberikan di sekolah dengan kenyataan di masyarakat. Oleh karena masyarakat merupakan asal dan tempat kembalinya para siswa, maka menurut Rug siswa harus memahami berbagai macam persoalan di masyarakat. Melalui pengetahuan dan konsep-konsep baru yang diperolehya, diharapkan siswa dapat mengidentifikasi dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan demikian kurikulum sekolah akan benar-benar memiliki nilai untuk kehidupan masyarakat.

Tujuan utama dalam kurikulum prespektif ini adalah mempertemukan siswa dengan masalah-masalah yang dihadapai umat manusia. Para ahli rekonstruksi sosial percaya, bahwa masalah-masalah yang dihadapi masyarakat, bukan hanya dapat dipecahkan melalui “Bidang Studi Sosial” saja, akan tetapi oleh setiap disiplin ilmu termasuk di dalamnya, ekonomi, estetika, kimia, dan matematika. Berbagai macam krisis yang dialami oleh masyarakat harus menjadi bagian dari isi kurikulum.

Ada Tiga Kriteria yang harus diperhatikan dalam proses mengimplementasikan kurikulum ini. Ketiganya menurut pembelajaran nyata (real), berdasarkan pada tindakan (action), dan mengandung nilai (values). Ketiga kriteria tersebut adalah pertama, siswa harus memfokuskan kepada salah satu aspek yang ada di masyarakat yang dianggap perlu untuk diubah; kedua, siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat itu; dan ketiga, tindakan sisawa harus didasarkan kepada nilai (values), apakah tindakan itu patut dilaksanakan atau tidak; apakah memerlukan kerja individual atau kelompok atau bahkan keduanya.

Dalam mengorganisasi kegiatan belajar siswa disusun berdasarkan tema utama. Selanjutnya tema itu dibahas kedalam beberapa topic yang relevan. Topic itulah yang selanjutnya ditindaklanjuti, dibahas dan dicari penyelesaiannya melalui latihan-latihan dan kunjungan-kunjungan.

Mengenai evaluasi pembelajaran diarahkan kepada kemampuan siswa mengartikulasikan isu atau masalah, mencari pemecahan masalah, mendefinisikan ulang tentang problema, memiliki kemauan untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu. Oleh karena itulah, evaluasi pembelajaran kurikulum rekontruksi sosial dilakukan secara terus-menerus pada setiap saat.

C. Desain Kurikulum Berorientasi pada Siswa
Asumsi yang mendasari desain ini adalah bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak didik. Oleh karenanya, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada peserta didik menekankan kepada peserta didik sebagai sumber isi kurikulum. Segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak boleh terlepas dari kehidupan peserta didik sebagai peserta didik.

Anak didik adalah manusia yang sangat unik. Mereka memiliki karakteristik tertentu. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan anak adalah makhluk yang sedang berkembang, yang memiliki minat dan bakat yang beragam. Kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan irama perkembangan mereka. Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada peserta didik, Alice Crow (Crow &Crow, 1955:192) menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1)Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak
2)Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
3)Anak hendaknya di tempatkan sebagai subjek belajara yang berusaha untuk belajar sendiri. Artinya pesrta didik harus didorongkan untuk melakukan berbagai aktifitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.
4)Diusahakan apa yang dipelajari peserta didik sesuai dengan minat, bakat dan tingkat perkembangan mereka. Artinya, apa yang seharusnya dipelajari bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau dari sudut orang lain akan tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri.

Desain kurikulum yang berorientasi pada anak didik, dapat dilihat minimal dari dua perspektif, yaitu perspektif kehidupan anak d masyarakat (the child-in-society perspective) dan perspektif psikologi (the psychological curriculum perspective).

1.    Perspektif kehidupan Anak di Masyarakat
Francis Parker, seorang tokoh yang menganjurkan siswa sebagai sumber kurikulum percaya bahwa hakikat belajarbagi siswa adalah apabila siswa belajar secar riil dari kehidupan mereka di masyarakat. Kurikulum bagi parker harus dimulai dari apa yang pernah dialamai siswa seperti pengalaman dalam keluarga, lingkungan fisik dan lingkungan sosial mereka, serta dari hal-hal yang ada di sekeliling mereka. dipandang dari perspektif kehidupan siswa di masyarakat, isi kurikulum harus memuat sisi kehidupan siswa sebagai peserta didik.

Berbeda dengan kurikulum konvensional, menurut Parker proses pembelajaran bukan hany menghafal dan menguasai materi pelajaran seperti yang tertera pada buku atau teks, akan tetapi bagaimana seorang anak itu belajar dalam kehidupan nyata di masyarakat. Proses pembelajaran bukan hanya mengembangkan kemampuan intelektual dengan memahami sejumlah teori dan fakta saja, akan tetapi bagaimana proses belajar itu dapat mengembangkan seluruh aspek kehidupn siswa. Misalnya, belajar tentang bahasa, anak tidak tidak perlu menghafal aturan tata bahasa, akan tetapi bagaimana aturan tata bahasa itu diterapkan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat. Materi kurikulum serta pengalaman belajar dalam perspektif ini adalah membawa anak pada situasi nyata di masyarakat. Belajar adalah proses berpengalaman. Materi pelajaran harus terkait dengan kehidupan nyata. Dengan demikian, manakala anak dapat menyelesaikan pendidikanya, mereka tidak akan merasa asing dengan kehidupan masyarakat.

Dari penjelasan di atas, maka kurikulum berorientasi pada anak dalam perspektif kehidupan di masyarakat, mengharap materi kurikulum yang dipelajari di sekolah serta pengalaman belajar, didesain sesuai dengan kebutuhan anak sebagai persiapan agar mereka dapat hidup di masyarakat. Anak dituntut bukann mempelajari berbagai macam teori atau berbagai konsep yang dihubungkan dengan kehidupan nyata. Dengan demikian, apa yang dipelajari di sekolah relevan dengan kenyataan di masyarakat.

2.    Perpektif Psikologis
Dalam perspektif psikologi, desain kurikulum yang berorientasi pada siswa, sering diatikan juga sebagai kurikulum yang bersifat humanistic, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidik yang hanya mengutamakan segi intelektual. Menurut para pengembang kurikulum dan perspektif ini, tugas dan tanggung jawab pendidikan di sekolah bukan hanya mengembangkan segi intelektual siswa saja, akan tetapi mengembangkan seluruh pribadi siswa sehingga dapat membentuk manusia yang utuh.

Aliran Humanis percaya bahwa fungsi kurikulum adalah menyediakan berbagai pengalaman belajar yang menyenangkan untuk setiap siswa sehingga dapat membantu mengembangkan pribadi siswa secara utuh dan menyeluruh. Tujuan pendidikan adalah proses perkembangan pribadi secara dinamis, yaitu pertumbuhan ideal, integritas, dan otonomi pribadi. Inti dari tujuan kurikulum humanis aktualisasi diri. Manusia yang memiliki kualitas dan kemampuan seperti itu, bukan hanya ditandai dengan perkembangan kognitif saja, akan tetapi perkembangan dalam estetika dan perkembangan moral, seperti perkembangan menjadi manusia pekerja yang baik dan manusia yang memiliki karakter. Kurikulum ini juga muncul sebagai reaksi terhadap psikologi Behaviorisme yang menganggap tingkah laku manusia itu bersifat mekanistik yang menekankan kepada pengaruh lingkungan.

Menurut pendidikan humanistic setiap manusia memiliki potensi, punya kemampuan, dan kekuatan untuk berkembang. Segala potensi yang dimilikinya itu sangat menetukan dalam proses perkembangan tingkah laku. Oleh karena itulah, kurikulum didesain untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki siswa.

Kurikulum humanistik sangat menekankan kepada adanya hubungan emosional yang baik antara guru dengan siswa. Guru harus mampu membangun suasana yang hangat dan akrab yang memungkinkan siswa dapat mencurahkan segala perasaannya dengan penuh kepercayaan. Selain itu, guru juga harus berperan sebagai sumber, yang mampu memberikan bahan pelajaran yang menarik serta mampu memperlancar proses pembelajaran. Melalui situasi dan kondisi yang demikian, diharapkan guru dapat mendorong serta membantu mereka mengaktualisasikan diri. Untuk itu ada tiga hal yang harus dilakukan guru dalam mengimplementasikan kurikulum ini: pertama, dengarkan secara menyeluruh berbagai ungkapan siswa, kedua, bersikaplah respek pada siswa, dan ketiga, bersikaplah wajar dan alamiah jangan mengada-ngada dan penuh kepura-puraan.

Kurikulum humanistik menekankan kepada integrasi, yaitu kesatuan pribadi secara utuh antara intelektual, emosional, dan tindakan. Oleh karena prinsipnya demikian, maka kurikulum humanistic harus dapat memberikan pengalaman yang menyeluruh dan utuh, bukan pengalaman yang terpenggal-penggal. Organisasi kurikulum tidak mementingkan sequence, sebab, dengan sequence yang kaku siswa tidak mungkin dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Sequence dalam kurikulum humanistic harus mencakup elemen-elemen tentang nilai, konsep, sikap, dan masalah. Dari hal-hal tersebut, disususn kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa mengembangkan elemen-elemen itu.

Tidak seperti pada kurikulum subjek akademis dimana pelaksanaan evaluasi di arahkan untuk melihat kebehasilan siswa dalam menguasai materi pelajaran, pelaksanaan evaluasi dalam kurikulum humanistic lebih ditekankan pada proses belajar. Kriteria keberhasilan ditentukan oleh perkembangan anak suapaya menjadi manusia yang terbuka dan berdiri sendiri. Kurikulum humansitik mengevaluasi berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan, dan bagaimana kegiatan tersebut mampu memberikan nilai untuk kehidupan masa yang akan dating. Proses pembelajaran yang bagus menurut kurikulum ini adalah manakala memberikan kesempatan kepada siswa untuk tumbuh berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

D. Desain Kurikulum Teknologis
Model desain kurikulum teknologi difokuskan kepada efektivitas program, metode, dan bahan-bahan yang dianggap dapat mencapai tujuan. Perspektive teknologi telah banyak dimanfaatkan pada berbagai konteks, misalnya pada program pelatihan di lapanganindustri dan militer. Desain sistem intruksional menekankan kepada pencapaian tujuan yang mudah diukur, aktivitas, dan tes, serta pengembangan bahan-bahan ajar.

Teknologi mempengaruhi kurikulum dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penerapan hasil-hasil teknologi dan penerapan teknologi sebagai suatu sistem. Sisi pertama yang berhubungan dengan penerapan teknologi adalah perencaan yang sistematis dengan menggunakan media atau alat dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan dan pemanfaatan alat tersebut semata-mata untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi pelanajaran. Dengan penerapah hasil-hasil teknologi sebagai alat, diasumsikan pembelajaran akan lebih berhasil secara efektif dan efesien. Contoh penerapan hasil-hasil teknologi itu diantaranya adalah pembelajaran dengan bantuan komputer (computer assisted-instruction), pembelajaran melalui radio, gilm, video dan lain sebagainya. Pernahkan anda mempelajari materi pelajaran Bahasa Inggris melalui kaset? Nah, itu adalah model desain kurikulum dengan menggunakan media dalam bentuk pembelajaran individual. Dalam pembelajaran Bahasa Inggris melalui kaset, anda belajar tahap demi tahap. Dalam setiap tahapan sudah ditentukan tujuan yang harus dicapai, materi/pelajjaran yang harus dipelajari, cara bagaimana mempelajarainya sampai pada menentukan evaluasi keberhasilannya.

Teknologi sebagai suatu sistem, menekankan kepada penyususnan program pembelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem yang ditandai dengan perumusan tujuan khusus sebagai tujuan tingkah laku yang harus dicapai. Proses pembeljaran diarahkan untuk mencapau tujuan. Dengan demikian, keberhasilan pembelajaran itu diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai atau mencapai tujuan khusus tersebut. jadi, penerapan teknologi sebagai suatu sistem tidak ditentukan oleh penerapan hasil-hasil teknologi akan tetapi begaimana merancang implementasi kurikulum dengan pendekatan sistem.

Seperti yang telah kita pelajari sistem adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan. Dengan demikian, akhir suatu proses pembelajaran adalah ketercapaian tujuan yang dirumuskan sebelumnya. Segala daya upaya yang dilakukan guru diarahkan untuk mencapai tujuan. Untuk melihat efektivitas proses dalam suatu sistem, maka tujuan yang dirumuskan harus dapat diukur, bukan tujuan tang bersifat abstrak dan umum; semakin tujuan itu jelas dan spesifik, maka semakin jelas juga merancang proses pembelajaran serta semakin jelas pula menetapkan kinerja keberhasilan.

Kurikulum teknologi, banyakdipengaruhi oleh psikologi belajar behavioristik. Salah satu dari ciri teori belajar ini adalah menekankan pola tingkah laku yang bersifat mekanis seperti yang digambarkan dalam teori stimulus-respons. Lebih lanjut dalam pandangannya tentang belajar kurikulum ini memiliki karakteristik seperti berikut:
1.Belajar dipandang sebagai proses respon terhadap rangsangan
2.Belajar diatur berdasarkan langkah-langkah tertentu dengan sejumlah tugas yang harus dipelajari
3.Secara khusus siswa belajar secara individual, meskipun dalam hal-hal tertentu bisa saja belajar secara kelompok.

Menurut McNail (1990), tujuan kurikulum teknologis ditekankan kepada pencapaian perubahan tingkah laku yang dapat diukur. Oleh karena itu tujuan umum dijabarkan kedalam tujuan-tujuan khusus. Tujuan-tujuan itu biasanya diambil dari setiap mata pelajaran (disiplin ilmu). Semua siswa diharapkan dapat menguasai secara tuntas tujuan pengajaran yang telah ditentukan.

Sebagaimana tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, maka organisasi bahan pelajaran kurikulum teknologis memiliki ciri-ciri: pertama, pengorganisasian materi kurikulum berpatokan pada rumusan tujuan; kedua, materi kurikulum disusun secara berjenjang; dan ketiga, materi kurikulum disususn dari mulai yang sederhana menuju yang kompleks.

Selanjutnya untuk efektivitas dan keberhasilan implementasi kurikulum teknologi hendaklah memeprhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.Kesadaran akan tujuan, artinya siswa perlu memahami bahwa pembelajaran diarahkan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, siswa perlu diberi penjelasan apa yang harus dicapai.
2.Dalam pembelajaran siswa diberi kesempatan mempraktikan kecakapan sesuai dengan tujuan.
3.Siswa perlu diberi tahu hasil yang telah dicapai. Dengan demikian siswa perlu menyadarai apakah pembelajaran sudah dianggap cukup atau masih perlu bantuan.

Sumber: Sanjaya, Wina.2008. kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

0 komentar:

Posting Komentar